16 November 2022 | Irene, S.Psi. | 156
“Anak adalah peniru ulung”. Pernahkah Anda mendengar pernyataan ini?
Apa yang dilihat sering ditiru oleh anak kita dengan mudah dan orang tua adalah pribadi yang paling sering dilihat anak.
Sejak kecil, anak perempuan suka bermain peran sebagai “Ibu”. Mereka pura-pura memasak, bersolek, menganggap boneka sebagai anaknya, dll. mereka meniru apa yang dilakukan oleh ibunya di rumah. Begitupun dengan anak laki-laki, meniru tingkah laku ayahnya. Bukankah kelakuan mereka itu lucu dan menggemaskan?
Seorang tokoh psikologi bernama Sarlinto menyatakan, bahwasanya “anak dalam perkembangan kepribadiannya selalu membutuhkan seorang tokoh identifikasi”. Identifikasi berarti dorongan untuk menjadi sama dengan orang lain atau kecenderungan untuk mencontoh/ mengikuti orang lain, dalam hal ini adalah orang tua. Anak-anak sangat menyukai perilaku orang yang diteladaninya dan dengan senang hati berusaha membentuk dirinya seperti orang yang diteladaninya itu. Maka dari itu, orang tua harus mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya, mulai dari pikiran, ucapan, tingkah laku, kebiasaan bahkan hingga ke pakaiannya, karena semuanya ditiru oleh anak.
Jika kita sebagai orang tua sering memukul anak, anak juga akan melakukannya di kemudian hari.
Jika orang tua sering mencela, kelak anak juga akan memaki orang lain.
Jika orang tua rajin membaca, anak juga akan belajar membaca dengan inisiatif sendiri.
Jika orang tua membantu orang lain, anak juga akan menolong orang lain di kemudian hari.
Keteladanan sebaiknya diterapkan dalam dua bentuk :
1. Secara langsung
Orang tua benar-benar menjadikan dirinya sebagai contoh bagi anak-anaknya.
Orang tua benar-benar memberikan contoh yang baik dengan melakukan apa yang mereka katakan atau ajarkan kepada anak-anak mereka.
2. Secara tidak langsung.
Orang tua memberikan teladan kepada anak-anaknya dengan cara menceritakan kehidupan Tuhan Yesus atau tokoh-tokoh di Alkitab yang dapat di contoh perbuatan baiknya. Hal ini berarti bahwa kita sebagai orang tua juga perlu menjaga kehidupan spiritual kita.
Mari kita belajar untuk menjadi teladan yang baik dan benar bagi anak-anak yang kita kasihi, bukan hanya dengan bimbingan dan pengajaran melainkan melalui kehidupan kita setiap harinya.
“Do First and then Teach”
Sumber :
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), 29.